Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu proses pembentukan cetakan DNA secara berulang kali dengan menggunakan prosedur dan waktu yang tertentu (Wolfe 1993: 137). PCR menggunakan teknik amplifikasi (perbanyakan) secara spesifik pada suatu segmen DNA secara in vitro dengan menggunakan DNA polimerase, cetakan (template), DNA genom, dan primer oligonukleotida yang akan menempel pada segmen yang akan diamplifikasi (Davis et al. 1994: 114). Prinsip dasar dari teknik PCR tersebut merupakan adanya enzim DNA polimerase yang digunakan untuk membuat cetakan dari segmen DNA yang diinginkan (Wolfe 1993: 137).
Proses PCR terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
1. Denaturasi
adalah proses penguraian materi genetik (DNA/RNA) dari bentuk heliksnya yang dipisahkan dengan suhu 90-96oC.
2. Annealing (pelekatan) atau hibridisasi
adalah suatu proses penempelan primer ke DNA template yang sekarang hanya dalam satu untai.
3. Polimerisasi (sintesis)
adalah suatu proses pemanjangan rantai DNA baru yang dimulai dari primer.
Aplikasi dari PCR yaitu:
1. Mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen (Powledge 2001: ?).
2. Untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui dari mana spesies tersebut berasal (Powledge 2001: ?).
3. DNA atau RNA yahg telah dianalisis dengan menggunakan teknik PCR digunakan untuk meneliti penerapannya dalam bidang klinik dan obat-obatan forensik, mengembangkan teknik-teknik dalam bidang genetika dan untuk mendiagnosa (Davis et al. 1994: 114).
4. Untuk membuat cDNA library, yaitu sebuah set dari hasil kloning yang mewakili sebanyak mungkin mRNA dari suatu tipe sel tertentu dengan waktu tertentu. Pembuatan cDNA library tersebut menggunakan teknik Transverse Replication PCR (Weaver 1999: 80).
Polymerase Chain Reaction ( PCR) adalah proses penggandaan DNA secara in vitro dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target. Reaksi PCR dibantu oleh enzim polimerase dan oligonukleotida yang berperan sebagai primer dan terjadi dalam thermocycler. Primer terbagi dua yaitu primer forward ( primer yang berada sebelum target ) dan primer reverse (primer yang berada setelah target). Antar primer terdapat puluhan hingga ribuan nukleotida yang menandakan panjang target DNA. Selain enzim polimerase, dibutuhkan dNTPs yang terbagi dATP (nukleotida berbasis Adenin), dCTP (nukleotida berbasis Sitosin) dan dTTP (nukleotida berbasis Timin) (Muladno 2002).
Tujuan PCR adalah untuk mempercepat isolasi DNA spesifik tanpa membuat dan melakukan pustaka genom. Penggunaan PCR dilakukan pada pengidentifikasian hasil forensik, pengidentifikasian orang tua anak, dan perbanyakan molekul DNA dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat (Barnum 2005).
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mengetahui perbanyakan DNA dengan teknik PCR.
Pembahasan
Proses PCR dilakukan untuk memperbanyak DNA secara in vitro dari molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target. Prinsip PCR adalah perbanyakan DNA diawali dengan pengudaran utas DNA ganda menjadi utas tunggal (denaturasi), penempelan primer forward hingga primer reverse utas tunggal (annealing), dan sintesis utas DNA baru (Muladno 2002).
Perbanyakan DNA melalui proses PCR melibatkan proses replikasi yang mekanismenya seperti replikasi alami pada sel. Keterlibatan basa nitrogen tunggal berbentuk dNTP, enzim Taq polimerase, dan primer turut membantu mekanisme perbanyakan DNA pada PCR. Penggunaan ion Mg2+ berfungsi sebagai kofaktor dari enzim Taq Polimerase. Enzim Taq Polimerase berperan dalam menggandakan utas DNA. Proses PCR ditambahkan ddH2O agar DNA tidak berada dalam kondisi kering yang dapat menganggu proses sintesis DNA oleh enzim Taq Polimerase. Perbanyakan DNA dilakukan di dalam thermocycler dengan mengatur suhu dan siklus DNA (denaturasi, annealing, dan sintesis DNA) yang berada di dalamnya sehingga dihasilkan jumlah DNA yang diinginkan (Suharsono & Widyastuti 2006).
Teknik CR yang dilakukan dalam praktikum ini dilakukan pada sel bakteri Escherichia coli jenis DH5α hasil rekombinan dari percobaan ligasi yang dilakukan sebelumnya. Hasil yang diperoleh dilihat melalui proses elektroforesis pada gel agarosa. Beberapa sumur yang terdapat pada gel agarosa yang dielektroforesis menunjukkan pergerakan pita. Pita yang dihasilkan berukuran 1000 bp atau 1 kb. Pita ini menunjukkan adanya perbanyakan DNA yang dilakukan melalui teknik PCR.
Penerapan teknik PCR umum dilakukan pada saat ini. Penerapan teknik PCR dilakukan untuk pengidentifikasian hasil forensik, pengidentifikasian orang tua anak, dan perbanyakan molekul DNA dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat (Barnum 2005).
Simpulan
Teknik PCR dilakukan untuk memperbanyak DNA secara in vitro dengan menggunakan thermocycler melalui pengaturan suhu dan siklus DNA (denaturasi, annealing, dan sintesis DNA) sehingga dihasilkan jumlah perbanyakan DNA yang diinginkan. Perbanyakan yang dilakukan memperoleh perbanyakan DNA berukuran 1 kb pada beberapa sumur yang dielektroforesis. Perbanyakan dilakukan melalui proses denaturasi, annealing, dan sintesis DNA baru.
PCR adalah suatu metode untuk mengamplifikasi sekwens gen target secara eksponensial in vitro. Pada reaksi ini dibutuhkan: DNA target, sepasang primer, polimerase DNA yang termostabil, buffer reaksi dan alat thermal cycler.
Ukuran target untuk amplifikasi biasanya kurang dari 700-1000 pasang basa (bp), tetapi target dari spesimen klinik yang efisien untuk diamplifikasi antara 100-400 bp. Walaupun target panjang dapat juga diamplifikasi namun prosesnya kurang efisien, karena produknya yang panjang lebih rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja enzim polimerase, di samping itu waktu untuk amplifikasi jadi lebih panjang (Persing, 1993b).
Dalam memilih target yang akan diamplifikasi, yang paling penting diperhatikan adalah stabilitas genetik dari target. Perubahan atau hilangnya sekwens target akan berakibat hilangnya reaktivitas. Bagian dari plasmid atau transposon yang membawa sifat virulensi suatu bakteri adalah salah satu contoh elemen genetik yang potensial tidak stabil. Padahal deteksi sekwens target yang berhubungan dengan virulensi tersebut penting untuk membedakan antara organisme patogen dan non patogen. Elemen genetik ini bisa hilang waktu isolasi primer atau pemindahan serial. Dalam hal ini, amplifikasi sebaiknya dilakukan segera setelah isolasi atau langsung dari sampelnya (Persing, 1993b).
Faktor yang paling penting dalam reaksi PCR adalah karakteristik primer dan bagaimana mereka secara spesifik berikatan dengan target. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam merancang primer:
1. Spesifisitas.
2. Hindari primer yang dapat mengadakan hibiridisasi silang satu sama lain atau saling melipat sendiri.
3. Satu sel primer hendaknya mempunyai Tm (melting temperature) yang mirip.
4. Sekwens dengan kandungan GC 50-60 %.
Jadi, yang perlu diperhatikan dalam merancang primer adalah: panjang oligonukleotida, Tm, komposisi sekwens, karakteristik sekwens (self-annealing), interaksi primer, panjang target dan lokasi pada sekwens target.
Enzim polimerase termostabil yang diisolasi dari Thermus aquaticus (Taq polymerase) merupakan polimerase termostabil yang pertama kali ditemukan dan saat ini banyak digunakan. Taq mempunyai aktifitas polimerisasi DNA 5’-3’. Aktivitas enzimatik dari Taq polymerase mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit pada 95°C.
Buffer Taq standard terdiri dari :
1. 10mM Tris-HCl pH 8.4
2. 50mM KCl
3. 1.4 mM MgCl2
4. 0.01% gelatin
Komposisi buffer diatas pada umumnya optimum untuk sebagian besar reaksi PCR.
Alat thermal cycler (mesin PCR) yang secara tepat meregulasi temperatur dan siklus waktu dibutuhkan untuk menjamin reprodusebilitas dan keakuratan dari reaksi amplifikasi. Perbedaan antara temperatur yang telah di-set dan temperatur yang sebenarnya didalam semua sumuran mesin PCR tidak boleh lebih dari 1°C. Seperti diketahui, siklus terdiri dari denaturasi (94°C, selama 30-60 detik), annealing/hibridisasi (45-60°C, 60-120 detik) dan perpanjangan rantai (72°C, 60-120 detik). Siklus kemudian diulang 20-35 kali. Biasanya dibutuhkan denaturasi awal pada 94°C selama 4-5 menit sebelum siklus dimulai.
Teknik hot-start dilakukan untuk menghindari pembentukan produk non spesifik, dengan cara tidak mencampurkan dahulu salah satu komponen esensial dari reaksi misalnya enzim polimerase. Hal ini untuk mencegah supaya tidak terjadi polemerisasi pada temperatur rendah (nonsringent). Setelah temperaturnya meningkat, barulah enzim tersebut ditambahkan.
Macam PCR :
1. Multiplex PCR
2. Deteksi point mutation
3. Determinasi sekwen
4. Nested ampflification
5. Deteksi target RNA
6. PCR kwantitatif
PCR telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran, seperti: berbagai penyakit menular (deteksi berbagai bakteri, virus, jamur dan parasit), keganasan (misalnya carcinoma, limfoma, leukimia, retinoblastoma), kelainan genetika (Sickel cell anemia, β-thalassemia, Duchenne’s muscullar dystrophy, cystic fibrosis, hemophilia A, Tay-Sachs disease dan phenylketonuria) dan kedokteran kehakiman (Innis, 1990; Bej-et al, 1991; White, 1992; Persing, 1993a).
PCR dapat mempercepat waktu diagnosis Mycobacterium tuberculosis dari empat minggu menjadi hanya 1-2 hari, sehingga terapi yang tepat bisa segera di mulai.
Elekroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul seluler berdasarkan atas ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarosa, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke ketub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah (rasio) muatan terhadap massanya, serta tergantung pula pada bentuk molekulnya.
Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA, maupun protein. Elektroforesis DNA dilakukan misalnya untuk manganalisis fragmen - fragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi. Fragmen molekul DNA yang telah dipotong-potong dapat ditentukan ukurannya dengan cara membuat gel agarosa, yaitu suatu bahan semi-padat berupa polisakarida yang di ekstraksi dari rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan melarutkannya dalam suatu buffer. Agar dapat larut dengan baik, pelarutannya dibantu dengan pemanasan, misalnya menggunakan oven gelombang mikro (microwave oven). Dalam keadaan panas, gel akan berupa cairan sehingga mudah dituang ke atas suatu lempeng (plate) yang biasanya terbuat dari Perspex. Sebelum mendingin dan memadat, pada ujung gel tersebut dibuat lubang - lubang dengan menggunakan lembaran Perspex tipis yang dibentuk menyerupai sisir. Sisir tersebut ditancapkan pada salah satu ujung gel yang masih cair. Dengan demikian, pada waktu gel memadat dan sisirnya diambil terbentuklah lubang - lubang kecil. Ke dalam lubang - lubang kecil itulah sampel molekul DNA dimasukkan. Gel agarosa yang sudah terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam suatu tanki yang berisi buffer yang sama dengan yang digunakan untuk membuat gel. Buffer dapat dibuat misalnya dengan Tris-asetat-EDTA (TAE) atau Tris-borat-EDTA (TBE).
Setelah DNA dimasukkan kedalam lubang sampel, arus listrik dialirkan. Kutub yang sejajar dengan lubang sampel DNA berupa kutub negatif, sedangkan kutub lainnya positif. Oleh karena DNA bermuatan negatif maka molekul - molekul DNA akan bergerak kearah kutub positif. Setelah beberapa waktu gel kemudian direndam dalam larutan yang mengandung etidium bromida. Etidium bromida akan menginterkalasi (menyisip ke dalam) DNA. Penggunaan etidium bromida dimasudkan untuk membantu visualisasi karena etidium kromida akan memendarkan sinar ultraviolet. Jika gel disinari dengan ultraviolet dari bawah, maka akan tampak citra berupa pita - pita pada gel. Pita - pita tersebut adalah molekul - molekul DNA yang bergerak sepanjang gel setelah di elektroforesis. Molekul RNA dapat dianalisis dengan prinsip yang sama, yaitu menggunakan gel agarosa, namun dengan menggunakan buffer yang berbeda yaitu yang mengandung formaldehid.
Mikobakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan penghilangan warna (dekolorisasi) oleh asam atau alcohol dan karena itu dinamakan basil “tahan asam”. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis dan merupakan pathogen yang sangat penting bagi manusia. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri lain. Waktu penggandaan basil tuberkel adalah sekitar 18 jam. Penting untuk mengkarakterisasikan dan memisahkan M.tuberculosis dari semua spesies mikobakteria lainnya. Metode konvensional untuk mengklasifikasikan mikobakteria secara cepat telah menjadi sejarah masa lalu saja, karena metode pananda molekuler jauh lebih cepat dan lebih mudah.
Penanda molekuler menyediakan metode yang cepat, sensitive, dan spesifik untuk mengidentifikasi mikobakteria. Penanda dapat digunakan pada mikobakteria yang tumbuh dari perbenihan padat atau dari biakan kaldu. Penanda DNA spesifik untuk urutan rRNA dari tes organisme digunakan pada prosedur hibridisasi. Terdapat kurang lebih 10.000 salinan rRNA per sel mikobakteria, memungkinkan system penguat alami, meningkatkan pendeteksian. Hibrida untai ganda dipisahkan dari penanda untai tunggal yang tidak terhibridisasi. Penanda DNA terkait pada struktur kimia yang teraktivasi pada hibrida dan terdeteksi oleh kemiluminesens. Dengan digunakannya penanda ini, maka telah memperpendek waktu untuk mengidentifikasi mikobakterium yang penting secara klinik dari beberapa minggu sampai paling sedikit satu hari.
Reaksi rantai polymerase menjanjikan suatu cara pendeteksian M.tuberculosis secara cepat dan langsung pada bahan klinik. Secara keseluruhan, sensitivitasnya 80-85% dengan spesifisitasnya 99%.
Daftar pustaka
Barnum, Susan R. 2005. Biotechnology an Introduction, 2nd edition. USA : Thomson Brooks/Cole.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor : Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation.
Suharsono dan Widyastuti, Utut. 2006. Pelatihan Singkat Teknik Dasar Pengklonan Gen. B Klug, W. S. & M. R. Cummings. 1994. Concepts of genetics. 4th ed. Prentice Hall, Englewood cliffs: xvi + 779 hlm.
Brown, T. A. 1992. Genetics: A molecular approach. 2nd ed. Chapman & Hall, London: xxii + 467 hlm.
Wolfe, S.L. 1993. Molecular and cellular biology. Wadsworth Publishing Company, Belmont: xviii + 1145 hlm.
Davis, L., M. Kuehl, & J. Battey. 1994. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed. Appleton & Lange, Norwola: xii + 777 hlm.
Powledge, T.M. 2001. The polymerase chain reaction. 7 September: ? hlm.http://www.faseb.org/opa/bloodsupply/pcr.html, 30 November 2005, pk. 17. 43.
Weaver, R.F. 1999. Molecular biology. McGraw-Hill Companies Inc., Boston: xvii + 787 hlm.
ogor : IPB Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar