Rabu, 22 Februari 2012

pengembang biakan bakteri

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme di alam tersebar luas, mulai dari tempat terdingin di
kutub sampai di dalam tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit.
Hal tersebut mengakibatkan sulitnya pengamatan mikroba secara spesifik. Oleh
sebab itu diperlukan teknik isolasi dan pemurnian agar didapatkan media murni
(Waluyo, 2005).
Bakteri berasal dari bahasa latinb a c t e r i u m (jamak :b a c t e r i a), adalah
kelompok raksasa dari organisme hidup, berukuran sangat kecil (mikroskopik)
dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif
sederhana tanpan u c l e u s atau inti sel,c y t o s k e l e t o n, dan organel lain seperti
mitokondria dan kloroplas. Bakteri adalah yang paling berlimpah dari semua
organisme. Mereka tersebar (berada dimana-mana) di tanah, air, dan sebagai
simbiosis dari organisme lain (Djoelistee, 2010).
Bakteri adalah salah satu contoh mikroorganisme yang penting dan
memiliki bentuk yang beragam. Pada umumnya bakteri berhubungan dengan
makanan. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan
yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui
makanan atau dapat melangsungkan fermentasi yang menguntungkan (Buckle,
1987).
Di alam fungi dan yeast/khamir juga tidak pernah berada di suatu tempat
hanya dalam satu spesies. Karena itu untuk memperoleh populasi fungi dan
yeast/khamir dalam kultur murni, juga harus dilakukan teknik isolasi dan pemurnian. Metodenya serupa bakteri, sumber fungi hampir sama dengan bakteri.
Perbedaannya bahwa populasi fungi di air lebih sedikit dibandingkan lingkungan
dengan pH yang rendah. Pertumbuhan fungi pada medium menunjukkan
penampakan yang pada umumnya berupa benang-benang putih dan sangat mudah
untuk dilihat. Sedangkan yeast/khamir akan tampak seperti koloni bakteri yang
tidak mengkilap (Fardiaz, 1992).
Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu
dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur
murni adalah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan dari satu sel
tunggal. Biakan murni diperlukan karena semua metode mikrobiologis yang
digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroba, termasuk penelaahan
ciri-ciri kultur, morfologis, fisiologis, maupun serologis memerlukan suatu
populasi yang terdiri dari satu macam mikroba saja (Waluyo, 2005).
Di dalam mengisolasi mikroorganisme digunakan berbagai cara, antara
lain dengan cara goresan (streak plate), cara taburan/tuang (pour plate) (Lim,
1998). Cara sebar (spread plate), cara pengenceran (dilution method), serta
micromanipulator (teh micromanipulator method). Dua diantaranya yang paling
sering digunakan adalah teknik cawan tuang dan cawan gores. Kedua metode ini
didasarkan pada prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian
rupa sehinga individu spesies individu spesies dapat dipisahkan dari lainnya
(Hadioetomo, 1993).
Untuk mengisolasi bakteri dari tanah atau benda padat yang mudah
tersuspensi atau terlarut, atau zat cair, maka dilakukan serangkaian pengenceran
terhadap zat tersebut. Misalnya suatu sampel dari suatu suspense yang berupa campuran diencerkan dalam suatu tabung tersendiri secara berkelanjutan dari
suatu tabung ke tabung lainnya (Dwidjoseputro, 1994). Pertumbuhan bakteri pada
medium agar pada umumnya berbentuk koloni berupa lendir dan mengkilap.
Pemurnian dengan inkubasi 300C selama 2 x 24 jam (Capuuuccino & Natalie,
1983).
Pertumbuhan fungi pada medium agar dengan penampakannya berbeda
dari bakteri. Pada umumnya berupa benang-benang putih dan sangat mudah
diamati. Fungi tumbuh baik pada mediumPotato Dextrose Agar (PDA). Akan
tetapi, bakteri juga tumbuh pada medium tersebut. Sehingga, medium agar yang
akan dipergunakan untuk isolasi fungi sebaiknya diberi suatu antibiotic untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Temperatur inkubasi 280C
selama 2 x 24 jam atau lebih (Gaman & Shernington, 1994).
Perbenihan untuk pertumbuhan bakteri agar dapat tetap dipertahankan
harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh organisme tersebut.
Faktor lain seperti pH, suhu dan pendinginan harus dikendalikan dengan baik
(Balbach, 1996). Beberapa indikasi pembiakan pada laboratorium mikrobiologi
meliputi :
1. Pengasingan (isolasi) mikroba pada biakan bakteri.
2. Menunjukkan sifat khas mikroba.
3. Untuk menentukan jenis mikroba yang diisolasi dengan cara-cara tertentu.
4. Untuk mendapatkan bahan biakan yang cukup untuk membuat antigen dan
percobaan serologi lainnya.
5. Menentukan kepekaan kuman terhadap antibiotic.
6. Menghitung jumlah kuman

7. Mempertahankan biakan mikroba.
Usaha mencegah masuknya mikroorganisme yang tidak diinginkan dan
untuk menanam suatu spesies terdapat beberapa cara yaitu :
1. Penanaman dengan penggoresan : cara ini untuk mengasingkan kuman agar
didapatkan biakan murni.
2. Penanaman lapangan : berguna untuk penentuan jenis kuman dengan
bakteriofage dan uji kepekaan terhadap antibiotic.
3. Biakan agar tabung : biasanya diperhunakan untuk menunjukkan adanya
pertumbuhan murni mikro untuk aglutinasi gelas alas.
4. Biakan tusukan : biasanya diperhunakan untuk menunjukkan adanya
pencairan gelatin dan mempertahankan biakan baru.
5. Biakan agar tuang : menunjukkan jumlah koloni mikroba hidup yang terdapat
pada suspensi.
6. Biakan cairan : kegunaannya untuk menunjukkan biakan yang banyak dan
cepat. Kerugiannya adalah tidak dapat membuat biakan murni dari bahan yang
mengandung berbagai mikroorganisme (Dwidjoseputro, 1994).
Untuk mendapatkan biakan murni ada beberapa cara yang dapat dilakukan
yaitu : pengenceran, penuangan, penggesekan untuk menumbuhkan mikroba
anaerob dan pengucilan satu sel. Beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam
melakukan isolasi mikroba yaitu sebagai berikut :
1. Sifat setiap jenis mikroba yang akan diisolasi.
2. Tempat hidup atau asal mikroba tersebut.
3. Medium untuk pertumbuhan yang sesuai.
4. Cara menginokulasi mikroba
5. Cara inkubasi mikroba.
6. Cara menguji bahwa mikroba yang diisolasi telah berupa kultur murni dan
sesuai dengan yang dimaksud.
7. Cara memelihara agar mikroba yang telah diisolasi tetap merupakan kultur
murni (Dwidjoseputro, 1994)

Pembahasan
Pengisolasian merupakan suatu cara untuk memisahkan atau
memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur
murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan
dari satu sel tunggal. Manfaat dilakukannya kultur murni adalah untuk menelaah
atau mengidentifikasi mikroba, termasuk penelaahan ciri-ciri kultural, morfologisfisiologis, maupun serologis, yang memerlukan suatu populasi yang terdiri dari
satu macam mikroorganisme saja.
Ada beberapa metode atau teknik yang digunakan pada isolasi
mikroorganisme, yaitu metode tuang (pour plate), metode sebar (spread plate),
metode goresan (streak plate), pengenceran (dilution method), serta
micromanipulator (teh micromanipulator method).
Metode tuang adalah suatu teknik dalam menumbuhkan mikroorganisme
di dalam media agar dengan cara mencampurkan media agar yang masih cair
dengan stok kultur bakteri. Dimana kelebihan metode ini adalah mikroorganisme
yang tumbuh dapat tersebar merata pada media agar, metode ini cocok untuk
isolasi mikroba yang bersifat anaerob. Kekurangan metode ini adalah kurang
cocok apabila digunakan untuk isolasi mikroba yang bersifat aerob.
Metode sebar adalah teknik dalam menumbuhkan mikroorganisme di
dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur murni atau
menghapuskannya di atas media agar yang telah memadat. Bedanya dengan
metode tuang adalah pencampuran stok kultur bakteri dilakukan setelah media
agar memadat, sedangkan metode tuang kultur dicampurkan ketika media masih
cair (belum memadat).
Kelebihan metode sebar adalah mikroorganisme yang tumbuh dapat
tersebar merata pada media agar, dan metode ini digunakan untuk isolasi mikroba
yang bersifat aerob. Kekurangan metode ini adalah tidak cocok digunakan untuk
isolasi mikroba yang bersifat anaerob.
Metode pengenceran dilakukan dengan cara mengencerkan suatu suspensi
berupa cairan spesies kemudian diencerkan dalam tabung tersendiri. Dari pengenceran tersebut kemudian diambil 1 ml umtuk diencerkan lagi. Jika perlu,
dari pengenceran yang kedua diambil 1 ml untuk diencerkan lebih lanjut hingga
pengenceran yang diinginkan. Dari akhir pengenceran diambil kembali 1 ml untuk
disebarkan pada suatu medium padat sehingga kemungkinan besar akan
didapatkan beberapa koloni yang tumbuh pada medium tersebut. Dilakukannya
pengenceran bertujuan untuk memperoleh biakan atau koloni murni dari suatu
medium.
Selain metode yang disebutkan diatas, terdapat metode lainnya yaitu
metode micromanipulator, dimana kita memerlukan kesabaran dalam
pengerjaannya, selain itu harganya sangat mahal, tetapi dengan menggunakan alat
micromanipulator ini kita dapat mengambil satu bakteri dari sekian banyak bakteri
dengan tidak ikut sertanya bakteri lain.
Dalam pengerjaan percobaan ini, air sungai, air kemasan, tanah bawah
pohon dan tanah sampah dilarutkan dengan menggunakan akuades yang
selanjutkan dilakukan pengenceran dari 10-1 hingga 10-6 sebanyak 1 ml. Pada
pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6, dimasukkan ke dalam 2 cawan petri yang berbeda
masing-masing 1 ml, hal ini dimaksudkan untuk membandingkan kedua sampel.
Setelah memasukkan sampel air maupun tanah yang akan diisolasi, selanjutnya
dilakukan metode isolasi dengan menggunakan media tuang. Dalam setiap
pengenceran, ke dalam cawan-cawan petri dituangkan media NA untuk sampel air
dan media PDA untuk sampel tanah. Suhu yang tidak sesuai bisa menyebabkan
kontaminan dapat tumbuh dan mengganggu mikroba yang akan kita tumbuhkan.
Metode yang digunakan dalam mengisolasi mikroba pada percobaan ini
adalah metode tuang, dimana sampel yang di uji dituangkan pada cawan petri
yang sudah steril dan selanjutnya dimasukkan media nutrient agar untuk sampel
air dan media potato dextrose agar untuk sampel tanah, kemudian cawan petri
digoyangkan dengan pola membentuk angka delapan. Selanjutnya dilakukan
inkubasi selama 24 jam untuk sampel air dan 2 x 24 jam untuk sampel tanah,
dimana selama inkubasi cawan petri diletakkan terbalik, hal ini dimaksudkan agar
uap air yang berasal dari media tidak jatuh kembali ke atas media, sehingga media
dapat rusak.
Dari hasil pengamatan didapatkan data yaitu : untuk sampel air, jumlah
koloni terbanyak pada pengenceran air sungai 10-6 (1) yaitu sebanyak 8 koloni,
sedangkan pada sampel tanah, jumlah koloni terbanyak pada pengenceran tanah
bawah pohon 10-5 (1) yaitu hanya sebanyak 2 koloni. Jika dilihat dari banyaknya
koloni pada air sungai, hal ini disebabakan karena air sungai banyak mengandung
bakteri dibandingkan dengan air kemasan yang mana dalam proses
pengolahannya sudah melalui proses sterilisasi. Sedangkan pada sampel tanah,
yang banyak ditemukan jamur adalah tanah bawah pohon dibandingkan dengan
tanah sampah, hal ini mungkin disebabkan terjadinya kontaminasi dalam proses
isolasi, karena kita ketahui bersama seharusnya tanah sampah banyak memiliki
jamur, karena kondisi tanahnya yang lembab dan banyaknya sampah yang telah
membusuk.
Dalam proses isolasi mikrobia ini didapatkan berbagai macam bentuk
bakteri maupun fungi. Dimana untuk bakteri terdapat bentuk tidak beraturan &
menyebar, bundar, dan rizoid. Sedangkan untuk tepiannya lebih beragam meliputi
licin, bercabang, berombak, berlekuk, dan siliat. Untuk elevasi didominasi datar,
cembung dan timbul. Dan untuk warna, semuanya sama yaitu berwarna putih susu. Sedangkan untuk fungi hanya satu bentuk yaitu berbenang-benang dengan
tepian yang siliat, elevasi yang datar serta berwarna putih susu.
Dari penjelasan bentuk, tepian, elevasi dan warna dari bakteri mapun fungi
didapatkan suatu kesimpulan bahwa pada sumber mikroba yaitu air sungai, air
kemasan, tanah bawah pohon dan tanah sampah hanya didominasi oleh satu
ataupun dua jenis mikroba ataupun fungi saja. Hal ini kita dapat dari tidak terlalu
beragamnya bentuk, tepian, elevasi maupun warna dari bakteri dan fungi tersebut.
Sumber-sumber bakteri dapat kita temukan pada sampel air sungai dan air
kemasan, hal ini karena bakteri lebih mudah hidup pada media cair
. Hal ini kita
ketahui dengan penggunaan media nutrient agar yang digunakan untuk
menumbuhkan bakteri dengan sumber sampel dari air sungai dan air kemasan.
Sedangkan untuk sumber-sumber fungi atau jamur dapat kita gunakan tanah
bawah pohon maupun tanah sampah, hal ini dikarenakan bahwa jamur atau fungi
sangat suka tumbuh dan berkembang biak pada daerah yang lembab dengan
sedikit air. Hal ini dapat kita ketahui dengan penggunaan media potato dextrose
agar untuk menumbuhkan fungi atau jamur tersebut.
Kebanyakan dari hasil percobaan terhadap sampel tanah tidak hanya
ditumbuhi oleh jamur melainkan mikroba lain yaitu bakteri. Hal ini disebabkan
karena terjadinya kontaminasi selama proses pengerjaan, baik saat sterilisasi alat,
bahan maupun tangan praktikan yang tidak dilakukan secara benar. Selain itu
terdapat pula media PDA dengan sampel tanah sampah yang tidak ditumbuhi oleh
mikroba satupun, hal ini mungkin disebabkan terjadinya kesalahan yang
diakibatkan oleh praktikan yang terlalu banyak berdiskusi ataupun terlalu
sterilnya media sehingga jamur bahkan bakteri pun tidak dapat tumbuh
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari percobaan ini antara lain adalah
dalam proses isolasi mikrobia, kita dapat menggunakan berbagai macam tekni
k,
meliputi metode tuang (pour plate), metode sebar (spread plate), metode goresan
(streak plate), pengenceran (dilution method), serta micromanipulator (teh
micromanipulator method). Manfaat dengan melakukan kultur murni adalah
untuk menelaah atau mengidentifikasi mikroba, termasuk penelaahan ciri-ciri
kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis, yang memerlukan suatu
populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja.
Sumber-sumber mikroba dalam percobaan ini meliputi air sungai, air
kemasan yang mana merupakan sampel bakteri, sedangkan untuk jamur atau fungi
dengan menggunakan sampel yang berasal dari tanah bawah pohon dan tanah
sampah. Dari hasil pengamatan, bakteri banyak ditemukan pada sampel air sungai
dengan pengenceran 10-6 (1), sedangkan untuk jamur ditemukan pada sampel
tanah bawah pohon dengan pengenceran 10-4 (2).
Banyaknya bakteri maupun jamur yang tidak tumbuh pada media nutrient
agar maupun potato dextrose agar, karena terjadinya kontaminasi pada saat
pengerjaannya baik sterilisasi alat dan bahan, juga karena kesalahan praktikan
yang berdiskusi selama proses isolasi bakteri dan jamur berlangsung. Selain itu
penuangan media yang terlalu banyak juga dapat menyebabkan media agar rusak
sehingga menyulitkan mikroba untuk tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA
Balbach, M. & L.C. Bliss. 1996. A Laboratory Manual for Botany. Saunders
Collage Publishing, New York.
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press),
Jakarta.
Capuuuccino, J.G. & S. Natalie. 1983. Microbiology a Laboratory Manual.
Addison-Wesley Publishing Company, New York.
Djoelistee, Bertha. 2010. Perhitungan Bakteri pada Media NA (Nutrient Agar).
http://btagallery.blogspot.com/2010/02/blog-post_6125.html
Diakses tanggal 10 Oktober 2010
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Gaman, P.M. & K.B. Shernington. 1994. Ilmu Pangan dan Pengantar Ilmu
Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. UGM, Jakarta.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalamPraktek : Teknik dan
Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lim, D. 1998.M i c r o b i o l o g y. WCB McGraw-Hill, Missouri.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi umum. UMM Press, Malang

P C R

Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu proses pembentukan cetakan DNA secara berulang kali dengan menggunakan prosedur dan waktu yang tertentu (Wolfe 1993: 137). PCR menggunakan teknik amplifikasi (perbanyakan) secara spesifik pada suatu segmen DNA secara in vitro dengan menggunakan DNA polimerase, cetakan (template), DNA genom, dan primer oligonukleotida yang akan menempel pada segmen yang akan diamplifikasi (Davis et al. 1994: 114). Prinsip dasar dari teknik PCR tersebut merupakan adanya enzim DNA polimerase yang digunakan untuk membuat cetakan dari segmen DNA yang diinginkan (Wolfe 1993: 137).
Proses PCR terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
1. Denaturasi
adalah proses penguraian materi genetik (DNA/RNA) dari bentuk heliksnya yang dipisahkan dengan suhu 90-96oC.
2. Annealing (pelekatan) atau hibridisasi
adalah suatu proses penempelan primer ke DNA template yang sekarang hanya dalam satu untai.
3. Polimerisasi (sintesis)
adalah suatu proses pemanjangan rantai DNA baru yang dimulai dari primer.
Aplikasi dari PCR yaitu:
1. Mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen (Powledge 2001: ?).
2. Untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui dari mana spesies tersebut berasal (Powledge 2001: ?).
3. DNA atau RNA yahg telah dianalisis dengan menggunakan teknik PCR digunakan untuk meneliti penerapannya dalam bidang klinik dan obat-obatan forensik, mengembangkan teknik-teknik dalam bidang genetika dan untuk mendiagnosa (Davis et al. 1994: 114).
4. Untuk membuat cDNA library, yaitu sebuah set dari hasil kloning yang mewakili sebanyak mungkin mRNA dari suatu tipe sel tertentu dengan waktu tertentu. Pembuatan cDNA library tersebut menggunakan teknik Transverse Replication PCR (Weaver 1999: 80).
Polymerase Chain Reaction ( PCR) adalah proses penggandaan DNA secara in vitro dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target. Reaksi PCR dibantu oleh enzim polimerase dan oligonukleotida yang berperan sebagai primer dan terjadi dalam thermocycler. Primer terbagi dua yaitu primer forward ( primer yang berada sebelum target ) dan primer reverse (primer yang berada setelah target). Antar primer terdapat puluhan hingga ribuan nukleotida yang menandakan panjang target DNA. Selain enzim polimerase, dibutuhkan dNTPs yang terbagi dATP (nukleotida berbasis Adenin), dCTP (nukleotida berbasis Sitosin) dan dTTP (nukleotida berbasis Timin) (Muladno 2002).
Tujuan PCR adalah untuk mempercepat isolasi DNA spesifik tanpa membuat dan melakukan pustaka genom. Penggunaan PCR dilakukan pada pengidentifikasian hasil forensik, pengidentifikasian orang tua anak, dan perbanyakan molekul DNA dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat (Barnum 2005).
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mengetahui perbanyakan DNA dengan teknik PCR.
Pembahasan
Proses PCR dilakukan untuk memperbanyak DNA secara in vitro dari molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target. Prinsip PCR adalah perbanyakan DNA diawali dengan pengudaran utas DNA ganda menjadi utas tunggal (denaturasi), penempelan primer forward hingga primer reverse utas tunggal (annealing), dan sintesis utas DNA baru (Muladno 2002).
Perbanyakan DNA melalui proses PCR melibatkan proses replikasi yang mekanismenya seperti replikasi alami pada sel. Keterlibatan basa nitrogen tunggal berbentuk dNTP, enzim Taq polimerase, dan primer turut membantu mekanisme perbanyakan DNA pada PCR. Penggunaan ion Mg2+ berfungsi sebagai kofaktor dari enzim Taq Polimerase. Enzim Taq Polimerase berperan dalam menggandakan utas DNA. Proses PCR ditambahkan ddH2O agar DNA tidak berada dalam kondisi kering yang dapat menganggu proses sintesis DNA oleh enzim Taq Polimerase. Perbanyakan DNA dilakukan di dalam thermocycler dengan mengatur suhu dan siklus DNA (denaturasi, annealing, dan sintesis DNA) yang berada di dalamnya sehingga dihasilkan jumlah DNA yang diinginkan (Suharsono & Widyastuti 2006).
Teknik CR yang dilakukan dalam praktikum ini dilakukan pada sel bakteri Escherichia coli jenis DH5α hasil rekombinan dari percobaan ligasi yang dilakukan sebelumnya. Hasil yang diperoleh dilihat melalui proses elektroforesis pada gel agarosa. Beberapa sumur yang terdapat pada gel agarosa yang dielektroforesis menunjukkan pergerakan pita. Pita yang dihasilkan berukuran 1000 bp atau 1 kb. Pita ini menunjukkan adanya perbanyakan DNA yang dilakukan melalui teknik PCR.
Penerapan teknik PCR umum dilakukan pada saat ini. Penerapan teknik PCR dilakukan untuk pengidentifikasian hasil forensik, pengidentifikasian orang tua anak, dan perbanyakan molekul DNA dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat (Barnum 2005).
Simpulan
Teknik PCR dilakukan untuk memperbanyak DNA secara in vitro dengan menggunakan thermocycler melalui pengaturan suhu dan siklus DNA (denaturasi, annealing, dan sintesis DNA) sehingga dihasilkan jumlah perbanyakan DNA yang diinginkan. Perbanyakan yang dilakukan memperoleh perbanyakan DNA berukuran 1 kb pada beberapa sumur yang dielektroforesis. Perbanyakan dilakukan melalui proses denaturasi, annealing, dan sintesis DNA baru.
PCR adalah suatu metode untuk mengamplifikasi sekwens gen target secara eksponensial in vitro. Pada reaksi ini dibutuhkan: DNA target, sepasang primer, polimerase DNA yang termostabil, buffer reaksi dan alat thermal cycler.
Ukuran target untuk amplifikasi biasanya kurang dari 700-1000 pasang basa (bp), tetapi target dari spesimen klinik yang efisien untuk diamplifikasi antara 100-400 bp. Walaupun target panjang dapat juga diamplifikasi namun prosesnya kurang efisien, karena produknya yang panjang lebih rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja enzim polimerase, di samping itu waktu untuk amplifikasi jadi lebih panjang (Persing, 1993b).
Dalam memilih target yang akan diamplifikasi, yang paling penting diperhatikan adalah stabilitas genetik dari target. Perubahan atau hilangnya sekwens target akan berakibat hilangnya reaktivitas. Bagian dari plasmid atau transposon yang membawa sifat virulensi suatu bakteri adalah salah satu contoh elemen genetik yang potensial tidak stabil. Padahal deteksi sekwens target yang berhubungan dengan virulensi tersebut penting untuk membedakan antara organisme patogen dan non patogen. Elemen genetik ini bisa hilang waktu isolasi primer atau pemindahan serial. Dalam hal ini, amplifikasi sebaiknya dilakukan segera setelah isolasi atau langsung dari sampelnya (Persing, 1993b).
Faktor yang paling penting dalam reaksi PCR adalah karakteristik primer dan bagaimana mereka secara spesifik berikatan dengan target. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam merancang primer:
1. Spesifisitas.
2. Hindari primer yang dapat mengadakan hibiridisasi silang satu sama lain atau saling melipat sendiri.
3. Satu sel primer hendaknya mempunyai Tm (melting temperature) yang mirip.
4. Sekwens dengan kandungan GC 50-60 %.
Jadi, yang perlu diperhatikan dalam merancang primer adalah: panjang oligonukleotida, Tm, komposisi sekwens, karakteristik sekwens (self-annealing), interaksi primer, panjang target dan lokasi pada sekwens target.
Enzim polimerase termostabil yang diisolasi dari Thermus aquaticus (Taq polymerase) merupakan polimerase termostabil yang pertama kali ditemukan dan saat ini banyak digunakan. Taq mempunyai aktifitas polimerisasi DNA 5’-3’. Aktivitas enzimatik dari Taq polymerase mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit pada 95°C.
Buffer Taq standard terdiri dari :
1. 10mM Tris-HCl pH 8.4
2. 50mM KCl
3. 1.4 mM MgCl2
4. 0.01% gelatin
Komposisi buffer diatas pada umumnya optimum untuk sebagian besar reaksi PCR.
Alat thermal cycler (mesin PCR) yang secara tepat meregulasi temperatur dan siklus waktu dibutuhkan untuk menjamin reprodusebilitas dan keakuratan dari reaksi amplifikasi. Perbedaan antara temperatur yang telah di-set dan temperatur yang sebenarnya didalam semua sumuran mesin PCR tidak boleh lebih dari 1°C. Seperti diketahui, siklus terdiri dari denaturasi (94°C, selama 30-60 detik), annealing/hibridisasi (45-60°C, 60-120 detik) dan perpanjangan rantai (72°C, 60-120 detik). Siklus kemudian diulang 20-35 kali. Biasanya dibutuhkan denaturasi awal pada 94°C selama 4-5 menit sebelum siklus dimulai.
Teknik hot-start dilakukan untuk menghindari pembentukan produk non spesifik, dengan cara tidak mencampurkan dahulu salah satu komponen esensial dari reaksi misalnya enzim polimerase. Hal ini untuk mencegah supaya tidak terjadi polemerisasi pada temperatur rendah (nonsringent). Setelah temperaturnya meningkat, barulah enzim tersebut ditambahkan.
Macam PCR :
1. Multiplex PCR
2. Deteksi point mutation
3. Determinasi sekwen
4. Nested ampflification
5. Deteksi target RNA
6. PCR kwantitatif
PCR telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran, seperti: berbagai penyakit menular (deteksi berbagai bakteri, virus, jamur dan parasit), keganasan (misalnya carcinoma, limfoma, leukimia, retinoblastoma), kelainan genetika (Sickel cell anemia, β-thalassemia, Duchenne’s muscullar dystrophy, cystic fibrosis, hemophilia A, Tay-Sachs disease dan phenylketonuria) dan kedokteran kehakiman (Innis, 1990; Bej-et al, 1991; White, 1992; Persing, 1993a).
PCR dapat mempercepat waktu diagnosis Mycobacterium tuberculosis dari empat minggu menjadi hanya 1-2 hari, sehingga terapi yang tepat bisa segera di mulai.
Elekroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul seluler berdasarkan atas ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarosa, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke ketub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah (rasio) muatan terhadap massanya, serta tergantung pula pada bentuk molekulnya.
Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA, maupun protein. Elektroforesis DNA dilakukan misalnya untuk manganalisis fragmen - fragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi. Fragmen molekul DNA yang telah dipotong-potong dapat ditentukan ukurannya dengan cara membuat gel agarosa, yaitu suatu bahan semi-padat berupa polisakarida yang di ekstraksi dari rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan melarutkannya dalam suatu buffer. Agar dapat larut dengan baik, pelarutannya dibantu dengan pemanasan, misalnya menggunakan oven gelombang mikro (microwave oven). Dalam keadaan panas, gel akan berupa cairan sehingga mudah dituang ke atas suatu lempeng (plate) yang biasanya terbuat dari Perspex. Sebelum mendingin dan memadat, pada ujung gel tersebut dibuat lubang - lubang dengan menggunakan lembaran Perspex tipis yang dibentuk menyerupai sisir. Sisir tersebut ditancapkan pada salah satu ujung gel yang masih cair. Dengan demikian, pada waktu gel memadat dan sisirnya diambil terbentuklah lubang - lubang kecil. Ke dalam lubang - lubang kecil itulah sampel molekul DNA dimasukkan. Gel agarosa yang sudah terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam suatu tanki yang berisi buffer yang sama dengan yang digunakan untuk membuat gel. Buffer dapat dibuat misalnya dengan Tris-asetat-EDTA (TAE) atau Tris-borat-EDTA (TBE).
Setelah DNA dimasukkan kedalam lubang sampel, arus listrik dialirkan. Kutub yang sejajar dengan lubang sampel DNA berupa kutub negatif, sedangkan kutub lainnya positif. Oleh karena DNA bermuatan negatif maka molekul - molekul DNA akan bergerak kearah kutub positif. Setelah beberapa waktu gel kemudian direndam dalam larutan yang mengandung etidium bromida. Etidium bromida akan menginterkalasi (menyisip ke dalam) DNA. Penggunaan etidium bromida dimasudkan untuk membantu visualisasi karena etidium kromida akan memendarkan sinar ultraviolet. Jika gel disinari dengan ultraviolet dari bawah, maka akan tampak citra berupa pita - pita pada gel. Pita - pita tersebut adalah molekul - molekul DNA yang bergerak sepanjang gel setelah di elektroforesis. Molekul RNA dapat dianalisis dengan prinsip yang sama, yaitu menggunakan gel agarosa, namun dengan menggunakan buffer yang berbeda yaitu yang mengandung formaldehid.
Mikobakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan penghilangan warna (dekolorisasi) oleh asam atau alcohol dan karena itu dinamakan basil “tahan asam”. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis dan merupakan pathogen yang sangat penting bagi manusia. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri lain. Waktu penggandaan basil tuberkel adalah sekitar 18 jam. Penting untuk mengkarakterisasikan dan memisahkan M.tuberculosis dari semua spesies mikobakteria lainnya. Metode konvensional untuk mengklasifikasikan mikobakteria secara cepat telah menjadi sejarah masa lalu saja, karena metode pananda molekuler jauh lebih cepat dan lebih mudah.
Penanda molekuler menyediakan metode yang cepat, sensitive, dan spesifik untuk mengidentifikasi mikobakteria. Penanda dapat digunakan pada mikobakteria yang tumbuh dari perbenihan padat atau dari biakan kaldu. Penanda DNA spesifik untuk urutan rRNA dari tes organisme digunakan pada prosedur hibridisasi. Terdapat kurang lebih 10.000 salinan rRNA per sel mikobakteria, memungkinkan system penguat alami, meningkatkan pendeteksian. Hibrida untai ganda dipisahkan dari penanda untai tunggal yang tidak terhibridisasi. Penanda DNA terkait pada struktur kimia yang teraktivasi pada hibrida dan terdeteksi oleh kemiluminesens. Dengan digunakannya penanda ini, maka telah memperpendek waktu untuk mengidentifikasi mikobakterium yang penting secara klinik dari beberapa minggu sampai paling sedikit satu hari.
Reaksi rantai polymerase menjanjikan suatu cara pendeteksian M.tuberculosis secara cepat dan langsung pada bahan klinik. Secara keseluruhan, sensitivitasnya 80-85% dengan spesifisitasnya 99%.
Daftar pustaka
Barnum, Susan R. 2005. Biotechnology an Introduction, 2nd edition. USA : Thomson Brooks/Cole.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor : Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation.
Suharsono dan Widyastuti, Utut. 2006. Pelatihan Singkat Teknik Dasar Pengklonan Gen. B Klug, W. S. & M. R. Cummings. 1994. Concepts of genetics. 4th ed. Prentice Hall, Englewood cliffs: xvi + 779 hlm.
Brown, T. A. 1992. Genetics: A molecular approach. 2nd ed. Chapman & Hall, London: xxii + 467 hlm.
Wolfe, S.L. 1993. Molecular and cellular biology. Wadsworth Publishing Company, Belmont: xviii + 1145 hlm.
Davis, L., M. Kuehl, & J. Battey. 1994. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed. Appleton & Lange, Norwola: xii + 777 hlm.
Powledge, T.M. 2001. The polymerase chain reaction. 7 September: ? hlm.http://www.faseb.org/opa/bloodsupply/pcr.html, 30 November 2005, pk. 17. 43.
Weaver, R.F. 1999. Molecular biology. McGraw-Hill Companies Inc., Boston: xvii + 787 hlm.
ogor : IPB Press.